Langit Cacing Tanah

Langit, persis seperti namanya. langit itu luas, cantik, biru warnanya namun kelam ketika badai datang. langit...kau pun rasanya susah untuk di tebak atas isi, kehendak dan suratan langit yang sering diucap para manusia - manusia di bumi. setelah langit, maka ada mahluk bumi selain manusia yang berwarna coklat, menggeliat, dan senang hidup di dalam tanah. mahluk ini sangat bermanfaat dan sangat dimanfaatkan oleh para manusia. dari hal pekerjaan manusia, mahluk ini mempermudah dan menjadikannya berlimpah ruah. tugasnya adalah menggemburkan tanah. dari segi kesehatan manusia pun cacing sangat membantu. ramuan yang paling mujarab adalah ramuan obat untuk manusia yang sakit tipus. ya..mahluk ini adalah cacing tanah.

cerita ini dimulai dan seketika itu pula mungkin akan segera berakhir ketika tokoh utamanya cacing tanah di makan oleh pemangsanya yaitu burung elang. ah namun tidak sesingkat itu dan se-ekstrim itu. namun cerita ini mungkin akan sedikit dramatis. ya cerita ini di awali di sebuah tempat di pinggiran kota. kota ini amat sangat sibuk manusianya, tidak saling menyapa lagi satu dengan yang lainnya. polusi dimana - mana, kesenjangan terlihat di sekitarnya. namun di pinggir kota ini ada sedikit sebuah pengharapan. sore itu sebuah pengharapan datang dari seekor binatang yang terlupakan, yaitu cacing tanah. cacing tanah tinggal di di dalam tanah dan selalu berada di dalam bumi. namun sore itu iya memunculkan dirinya dari balik - balik gemburan tanah yang iya buat. dengan berhati - hati iya mulai keluar. menampakkan sedikit kepalanya yang berlendir lalu takut - takut iya lebih keluar lagi dari persembunyiannya.

"wah...seperti ini rasanya dunia di atas tanah. banyak para manusia berlalu lalang, banyak kendaraan dan banyak asap di mana - mana." cacing tanah berkata. iya berbicara sendiri tanpa peduli akan ada bahaya yang mengancamnya di balik pohon. ya.. ada seekor burung elang. burung elang memang sudah jarang di kota ini, namum sekelompok burung elang ini nampaknya masih lihai untuk tetap merada di alam bebas tanpa tertangkap manusia - manusia jahil. 

di tengah lamunannya cacing tanah lalu terkejud dengan kedatangan si penguasa kebebasan, iyalah angin. angin dengan eloknya menghembuskan kesejukkannya seraya berkaya kepada cacing tanah untuk segera lepaskan lamunannya. "Hei...kau cacing tanah, janganlah kau melamun. kau sudah diincar oleh elang di atas sana!!!". cacing tanah pun terkejut dan segera ia menggeliat masuk ke dalam tanah. namun cacing tanah pula akan berterima kasih lalu iya keluar kembali namun ia bersembunyi di antara bebatuan krikil. "Hei...angin, penguasa kebebasan, terika kasih ya". sambil berlalu angin pun menghembuskan kembali kesejukkannya kepada cacing tanah. 

sore itu di pinggiran kota itu cuaca dalam keadaan sejuk, biasanya para manusia menyukai dengan keadaan ini sambil berjalan lalu sedikit bergurau dengan para manusia lainnya. sore itu pun rasanya cacing tanah menikmati keadaan itu. cacing, yang semula hanya ingin melihat sebentar keadaan di atas tanah. akhirnya iya mampu berlama - lama di permukaan tanah dengan sebuah pengharapan dan sebuah muka bahagia. ya..cacing tanah kali ini melihat sebuah hamparan yang luas di atasnya, indah, bersih, biru warnanya. namun terlihat bahwasanya hamparan tersebut amatlah angkuh. dengan muka yang iya tampakkan, angin pun mendekati cacing tanah yang masih berada di antara bebatuan krikil. lalu angin bertanya "apa yang kau lihat?". "ah..tidak, aku hanya terpesona oleh hamparan di atas sana. sungguh indah kupandang" cacing tanah berkata. "hahaha... iya dia memang indah bahkan sangat indah, hingga tak kan mampu kau menggapainya", "mengapa kau berkata seperti itu angin?" cacing tanah kesal. "nama hamparan itu bernama langit. ia ngkuh namun baik. dia spesial hingga semua mengejarnya." angin terdiam lalu melanjutkan perkataannya lagi. "lalu kau punya apa untuknya?." "haruskah ku memberikan ia sesuatu?" cacing tanah bertanya. "iya..harus!, coba kau lihat langit. disana disekelilingnya ada awan, ada dewa angin dan dan ada elang juga yang sedari dulu selalu mendekati langit namun tak sekalipun langit menghiraukannya." cacing pun melanjutkan kembali perkataannya "lalu apa kau mampu bersaing dengan mereka?,dan apa kau sudah tau akan memberikan apa? serta apa kau juga mampu pergi ke khayangan tenpat langit berada?." dengan nada yang sedikit di rendahkan angin menasihati cacing "cacing, engkau adalah cacing tanah!sudah sadarkah engkau?. engkau harus tahu dan engkau pun harus percaya kepadaku bahwa tak semudah itu kau mampu bertemu dengan langit. langit saja pun rasanya enggan melihat ke bawah tempat kau berada. tempat kau di dalam bumi yang gelap, sedangkan langit berada jauh di atas kau berada dengan keindahannya" lalu angin pun berlalu dan cacing pun tetap berada di tempatnya dengan banyak tanda tanya di benaknya . . .

~belum berakhir~

Khinnethia
Enjoy!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan di Awal Bulan Oktober

Alpacino Scarface

Nada-Nada Cinta